“Belajar tambahan lagi, belajar tambahan lagi,” celutuk seorang siswa ketika bel pulang berbunyi. Itulah ucapan yang sering terdengar dari mulut para siswa yang mengikuti belajar tambahan sore di sekolah. Belajar tambahan merupakan salah satu program sekolah untuk mempersiapkan para siswa menghadapi Ujian Nasional. Program ini melibatkan semua guru yang mengampu mata pelajaran yang diujikan secara nasional di semua jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga menengah atas.
Tujuan belajar tambahan adalah untuk memperdalam pemahaman para siswa terhadap semua kompetensi lulusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya program ini, diharapkan para siswa siap menghadapi Ujian Nasional.
Namun, permasalahan muncul ketika program yang direncanakan tidak berjalan dengan baik. Permasalahan tersebut antara lain saat bel masuk belajar tambahan berbunyi, jumlah siswa yang hadir tidak sama dengan jumlah siswa yang mengikuti belajar pagi. Beberapa orang siswa tidak mengikuti belajar tambahan dengan alasan sakit, ada keperluan keluarga, dsb.
Kedua, sebagian siswa yang mengikuti belajar tambahan tidak hadir tepat waktu. Beberapa orang siswa datang setelah beberapa menit pembelajaran dimulai bahkan ada menjelang pembelajaran berakhir. Kondisi seperti ini membuat proses pembelajaran menjadi terganggu.
Ketiga, beberapa siswa yang hadir ternyata tidak berkonsentrasi penuh pada materi yang diberikan oleh guru. Kebanyakan siswa malah melakukan kegiatan lain seperti mengobrol dengan teman, bermain handphone atau malah tidur-tiduran.
Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa program belajar tambahan yang dilaksanakan terkesan tidak membawa hasil seperti yang diharapkan pihak sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak sekolah sudah menyiapkan strategi lain. Jika selama ini belajar tambahan dilaksanakan oleh pengajar dari sekolah yang sama (guru sendiri) maka sekolah melibatkan lembaga bimbingan belajar (bimbel) untuk mengajar para siswa.
Keberadaan pengajar dari bimbel ini disediakan sebagai alternatif pembelajaran bagi para siswa. Para staf pengajar dari bimbel biasanya memiliki trik dan tips jitu dalam memecahkan soal-soal prediksi Ujian Nasional. Mereka mengajarkan langkah-langkah praktis untuk memecahkan soal-soal prediksi sehingga para siswa lebih bisa menghemat waktu dalam menyelesaikan soal-soal.
Hanya saja, dilema kemudian muncul ketika jumlah siswa yang mengikuti belajar tambahan dengan staf pengajar dari bimbel dibatasi. Para siswa yang mengikuti kelas ini hanya berasal dari peringkat lima besar tiap-tiap kelas. Bagi siswa yang memiliki semangat belajar tinggi, namun tidak masuk peringkat lima besar di kelas terpaksa tidak bisa mengikuti kegiatan ini.
Sebenarnya hal ini cukup disayangkan karena tidak semua siswa mendapatkan hak belajar yang sama. Padahal, para siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rata-rata lebih membutuhkan belajar tambahan dari staf pengajar bimbel. Sementara para siswa yang sudah memiliki kemampuan belajar yang baik bisa memperdalam pemahaman materi dengan belajar tambahan yang diberikan oleh guru di sekolah saja.
Bertolak dari hal tersebut, muncul pula masalah baru. Hal ini berkaitan dengan pemberian honor yang tidak sama antara guru dengan staf pengajar bimbel. Para guru mendapatkan honor yang lebih sedikit dibandingkan dengan para staf pengajar bimbel. Hal ini tentu saja menimbulkan kecemburuan di kalangan para guru.
Sekolah memang menggelontorkan biaya yang cukup banyak untuk melaksanakan program belajar tambahan dengan lembaga bimbel ini. Honor yang diberikan untuk staf pengajar bimbel hampir dua kali lipat honor yang diberikan untuk guru yang mengajar di sekolah. Hal ini mengakibatkan para guru merasa pihak sekolah menganaktirikan mereka dalam pembagian honor ini. Padahal mereka merasa lebih kaya ilmu dan pengalaman mengajar dibandingkan para staf pengajar bimbel yang terbilang masih “bocah ingusan” dalam dunia pendidikan. Ditambah lagi, umumnya para staf pengajar bimbel tersebut baru saja lulus dari perguruan tinggi.
Sebenarnya jika dibandingkan dari segi pengalaman belajar, memang para guru yang ada di sekolah lebih kaya pengalaman. Mereka telah mengabdi selama puluhan tahun, sementara staf pengajar bimbel kebanyakan baru tamat dari perguruan tinggi. Namun jika kita tinjau dari segi ilmu yang dimiliki, baik guru maupun staf pengajar dari bimbel sama-sama memiliki ilmu yang mumpuni. Bagi pengajar yang baru lulus dari perguruan tinggi, ilmu yang mereka miliki lebih fresh. Sebaliknya, para guru yang sudah bertahun-tahun mengajar juga memiliki ilmu yang tidak kalah hebatnya untuk mencerdaskan para siswanya.
Jika dikaji secara menyeluruh, semua ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun, apapun bentuk belajar tambahan yang diikuti oleh siswa, baik belajar tambahan dari guru maupun dari staf pengajar bimbel semuanya memiliki muara yang sama, yaitu mencerdaskan anak-anak bangsa.
Oleh : Meicy Asnil S.Pd ( Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 4 Pariaman)
Beri Komentar