Tahun 2012, UNESCO menyatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sebesar 0,001 persen. Artinya, dari 1000 orang hanya 1 orang yang berminat membaca secara serius. Hal ini diperkuat oleh studi’ Most Littered Nation In the World’ yang dilakukan oleh Central Connecticut State Universiy pada bulan Maret 2016 yang mengungkapkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara di dunia.
Pada satu sisi, kita merasa prihatin menghadapi kondisi ini. Kita tidak bisa menutup mata. Secara umum apa yang kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari memang demikian adanya. Pada sisi lain, kita patut bersyukur, bukan bersyukur atas kondisi ini melainkan karena memperoleh data kuantitatif dari sumber professional tentang posisi minat baca masyaralat kita sehingga dapat dijadikan landasan tempat berpijak untuk melakukan perbaikan di masa mendatang..
Apalagi dengan adanya perbandingan dengan masyarakat negara lain, membuat kita lebih termotivasi untuk bergerak dengan program jitu meningkatkan minat baca. Diharapkan setelah melakukan program perbaikan, kita bisa melihat pula secara kuantitatif seberapa besar terjadinya peningkatan.
Mengapa kita merasa prihatin terhadap rendahnya minat baca ini. Sebab, dengan rendahnya minat baca mengakibatkan sempitnya wawasan tentang berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi; sempitnya cara pandang dan kurangnya memahami, serta mengimplementasikan nilai-nilai moral yang berakar ke dalam budaya bangsa kita.
Kekurangan itu berdampak negatif terhadap tindakan sehari-hari. Dimana-mana terjadi tindakan kekerasan. Tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa dan remaja bahkan sampai pada anak-anak sekolah dasar. Mereka memiliki kepribadian yang kasar dan tidak memiliki karakter penyelamat bangsa di masa depan.
Melihat gejala tersebut, khusus terhadap peserta didik, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengambil langkah-langkah dan tindakan penyelamatan dengan menumbuhkan karakter yang berakar pada budaya bangsa Indonesia. Ujud nyatanya adalah dalam bentuk program literasi sekolah (GLS) untuk semua jenjang tingkat pendidikan.
Ibarat sungai, agar peningkatan minat baca berhasil dengan baik, GLS harus dumulai sejak dari hulu; sejak anak usia dini; sejak tingkat sekolah dasar (SD). Bukan berarti perbaikan untuk semua tingkat usia tidak berarti. Bukan begitu. Kita tetap melakukan untuk semua tingkat usia sebagai tindakan prefentif. Sedangkan untuk peserta didik SD merupakan persiapan jangka panjang dengan hasil yang lebih abadi.
Pada tingkat SD, penanaman pembiasaan membaca merupakan sebuah tantang sekaligus sebagai peluang. Sabagai tantangan, kita mesti mepersiapkan cara terbaik agar pembiasaan yang dilatihkan berjalan efektif dan efesien. Sementara sebagai peluang, sebagai mana yang sudah diketahui bahwa, pikiran peserta didik SD masih bersih dan polos. Mereka lebih mudah dibimbing dan diarahkan. Seperti kata pribahasa, “ Belajar di waktu kecil bagai melukis di atas batu” Artinya, bimbingan dan arahan yang diberikan kepada mereka akan abadi tertanam dalam sikap dan tindakan mereka.
Bagaimana cara yang baik membimbing dan mengarahkan mereka supaya terbiasa membaca? Dalam hal ini penulis menawarkan gagasan dengan cara mengimplementasikan perpustakaan mini di sekolah mereka.
Sebelum masuk pada masalah perpustakaan mini perlu dijelaskan dulu apa itu perpusatakaan. Perpustakaan adalah tempat, gedung, ruang yang disediakan untuk pemeliharaan dan penggunaan koleksi buku dan sebagainya (KBI,2009:586). Selanjutnya, perpustakaan mini adalah perpustakaan yang menyediakan buku-buku dalam jumlah yang sangat terbatas. (KBI,2009:586).
Menurut penulis, perpustakaan mini dapat diterapkan di SD dengan pertimbangan kemudahan, efisiensi dan efektivitasnya. Mudah dimaksudan karena tidak rumit dan langsung bisa diterapkan,. Efisiensi dimaksud, adanya ketepatan cara pelaksanaannya. Sedangkan efektivitasnya, terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Tentu dalam hal ini terjadinya peningkatan minat baca peserta didik. Untuk lebih memahami cara pelaksanaan perpustakaan ini, penulis menawarkan konsepnya sebagai berikut.
Pertama, memilih pojok kelas yang tepat. Dalam hal ini dianjurkan memilih pojok kelas bagian belakang. Tujuannya, agar tidak mengganggu pandangan peserta didik dalam pembelajaran.
Kedua, menyediakan rak buku mini. Rak tersebut cukup memuat jumlah koleksi bacaan maksimum tiga kali jumlah peserta didik di kelas itu. Raknya tidak terlalu besar, cukup berukuran: alas 60 cm x tinggi 80 cm x lebar 30 cm. Diharapkan raknya pakai pintu dan dapat dikunci sehingga keamanan buku lebih terjamin. Jika tidak ada rak buku, bisa diganti dengan satu meja siswa yang tidak terpakai. Atau mengambil meja siswa yang rusak ringan yang sudah tersimpan di gudang untuk diperbaiki, lalu dimanfaatkan sebagai tempat koleksi buku.
Ketiga, menyediakan koleksi bahan bacaan bervariasi. Misalnya buku pengetahuan umum, surat kabar, buku fiksi. Jumlah koleksinya maksimum tiga kali jumlah peserta didik. Misalnya, kalau jumlah peserta didik 25 orang, maka jumlah koleksi bacaannya 75 buah. Dengan jumlah itu, peserta didik lebih leluasa memilih koleksi yang diinginkan. Sekali minggu, koleksi itu dikembalikan ke perpustakaan sekolah dan diganti dengan koleksi baru. Bisa pula saling tukar dengan koleksi kelas lain sehingga mereka memperoleh koleksi bacaan yang belum pernah dibacanya. Hal ini dilakukan untuk menghindari kebosanan mereka melihat koleksi yang sudah basi karena sudah tamat dibaca.
Perlu diingat, karena peserta didik SD terdiri dari kelompok kelas rendah ( kelas 1,2,3) dan kelompok kelas tinggi (kelas 4,5,6) maka karakteristik koleksi bacaannya juga dibedakan. Koleksi bacaan untuk kelas rendah dengan perbandingan: gambar 75% dan teks (tulisan) 25%. Hal ini dimaksudkan karena peserta didik kelas rendah lebih cendrung tertarik melihat gambar dibanding membaca teks. Koleksi bacaan untuk kelas tinggi dengan berbandingan antara gambar dan teks seimbang yakni 50 % berbanding 50 %. Perbandingan ini tidak terlalu kaku, minimal sudah mendekati.
Keempat, Sekolah menyediakan waktu pembiasaan membaca yang terjadwal. Jadwal ini dimasukkan ke dalam daftar pembelajaran. Misalnya, 20 menit jam pertama setiap hari. Nama kegiatannya tergantung oleh sekolah. Bisa diberi nama kegiatan Literasi, kegiatan Cinta Baca, atau kegiatan Ayo membaca. Dengan demikian, pembiasaan itu bisa dilaksanakan secara terus menerus. Kegiatan langsung diawasi oleh guru kelas
Kelima, melakukan evaluasi pembiasaan pembaca oleh guru. Evaluasinya dalam bentuk sederhana. Guru cukup mencatat topik yang sudah dibaca peserta didik. Misalnya, memelihara bunga mawar, bahaya mengkonsumsi makananan berpengawet, dan cara meggosok gigi. Dengan hanya melaporkan topik yang dibaca, peserta didik tidak terbebani. Catatan itu jadi pedoman bagi guru apa peserta didik membaca secara rutin atau tidak.
Dengan perpustakaan mini diharapkan dapat meningkatkan minat baca peserta didik. Hal ini disebabkan karena perpustakaan mini lebih dekat dengan aktivitas harian mereka karena letaknya di kelas masing-masing. Dengan hanya beberapa langkah, mereka sudah bertemu dengan koleksi berbagai bacaan. Jadi, perpustakaan mini lebih mengakar dalam keseharian mereka. Apalagi disediakan pula jadwal khusus dalam daftar pelajaran sehingga membuat mereka lebih fokus membaca. Mungkin untuk awalnya, mereka kurang suka bagi yang enggan menbaca. Tapi secara bertahap, ketidaksukaan itu akan berangsur kurang dan akhirnya tumbuh rasa cinta membaca.
Pada tulisan ini perlu diingatkan, bahwa kepala sekolah bersama guru diharapkan seayun selangkah, membuat kebulatan tekad untuk meningkatkan minat baca peserta didiknya. Bekerja ikhlas kunci utamanya. Tidak ragu-ragu. Berjalan lurus, melangkah kuat dalam satu cita-cita. Ingatlah bekerja ikhlas akan menghasilkan kualitas kerja sesuai harapan. Jika minat baca peserta didik meningkat, maka meningkat pula kualitas bangsa ini sehingga Indonesia emas yang diharapkan betul-betul terujud di masa yang akan datang. Amin. Bapak ibu guru yang membimbing peserta didiknya dengan ikhlas akan mendapat pahala yang setimpal. Begitu janji Allah. Walau sekecil apapun kebaikan yang dibuat maka akan diberi imbalan pahala yang setimpal. Apalagi perbuatan besar seperti meningkatkan minat baca, tentu bukan kecil lagi tapi sangat besar. Mungkin kita tidak bisa menghitungnya. Hanya Allah yang Maha Tahu.
Penulis
YONDRI, M.Pd
Guru SMPN 4 Pariaman
Beri Komentar