Suatu hari di pasar, saya melihat kata pulsa pada triplek berukuran 50 X 25 cm tergantung terbalik di beranda sebuah toko. Di bawah tulisan itu terlihat penjual pulsa duduk menghadap lemari kaca berukuran setengah depa menunggu pelanggan yang membeli pulsa. Menurut saya, bukan pembuat tulisan tidak pandai tulis-baca melainkan suatu kesengajaan agar orang tetarik membacanya. . Tulisan pulsa terbalik merupakan pelanggaran kaidah bahasa Indonesia. Akan tetapi pelanggaran itu mampu menuai sensasi; menarik perhaian setiap orang yang lewat. Saya sendiri merasakan sensasi itu dan menjadi objek renungan sehingga mebuahkan hasil berupa tulisan ini.
Masih di sekitar pasar, saya melihat papan nama toko Mega Shoes, Ceria Fashion (bukan nama sebenarnya,; jika terdapat kesamaan hanya kebetulan saja) terpajang pada bagian atas depan toko. Penulisan itu terkesan keren dan menginternasional. Pada waktu dan tempat yang berbeda, saya pernah pula melihat cover tugas seorang mahasiswa menulis kata oleh dengan susunan huruf berurut ke bawah seperti bahasa Jepang; bukan berurut ke samping kanan seperti layaknya bahasa Indonesia.
Selayang pandang ketiga fenomena di atas tidak ada persoalan karena pemakaian bahasanya sudah efektif dan komunikatif . Tulisan fulsa terbalik, menunjukkan bahwa di sana tempat menjual pulsa. Nama toko Mega Shoes, menujukkan toko tempat menjual sepatu dan Ceria Fashion sebagai tempat menjual pakaian. Kata shoes dan fashion sudah familiar di tengah masyarakat. Mereka sudah paham shoes itu berarti sepatu dan fashion berarti pakaian Apalagi saat kedua toko sedang buka akan terlihat barang dagangan yang terpajang mendudukung nama tokonya. Kata oleh yang hurufnya ditulis berurut ke bawah sebagai penunjuk nama mahasiswa pembuat tugas.
Walaupun sudah berfungsi secara efektif, namun ketiganya telah melakukan pelanggaran terhadap kaidah bahasa Indonesi. Untuk mengetahui alasan kesalahan dan bagaimana seharusnya maka perlu dijawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Bagaimanakah konsep bahasa yang baik dan benar dalam bahasa Indonesia? Bagaimana kaitannya terhadap ketiga fenomena di atas? ; dan bagaimana seharusnya?
Alwi, dkk (2010:20) menjelaskan bahawa bahasa yang baik adalah bahasa yang dianggap sudah efektif karena sesuai dengan situasi pemakaiannya, sedangkan bahasa yang benar adalah bahasa yang pemakaiannya mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku. Ragam bahasa menurut sarananya dibagi atas ragam lisan dan ragam tulisan. Kalau ragam lisan dipengaruhi oleh berbagai situasi seperti logat dan langgam (gaya), maka ragam tulisan mengikuti bahasa yang benar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Penulisannya berpedoman pada Ejaan yang Disempurnakan (EYD).
Berdasarkan penjelasan itu dapat dipahami bahwa permasalah ketiga fenomena di atas menyangkut ragam bahasa tulis. Ketiganya telah melanggar kaidah bahasa Indonesia. Penulisan terbalik pada kata pulsa dan huruf berurut ke bawah pada kata oleh tidak sesuai dengan EYD. Dalam EYD, penulisan sebuah kata , hurufnya ditulis berurut ke samping kanan, bukan seperti yang terjadi pada kedua contoh tersebut.
Penulisan Mega Shoes dan Ceria Fashion pada papan nama toko juga melanggar kaidah bahasa Indonesia. Ada dua jenis pelanggarannya yaitu pencampuran dua bahasa yang berbeda dan ketidaktaatan mengikuti hukum diterangkan-menerangkan (D-M) yang berlaku dalam tatabahasa Indonesia. Pencampuran kedua bahasa membuat kita tidak punya pegangan apakah papan nama itu berbahasa Indonesia atau berbahasa Inggris. Begitu juga hukum D-M sebagai pola pembentukan frasa tidak teraplikasi; yang ada adalah hukum M-D sebagai pola pembentukan frasa dalam tatabahasa bahasa Inggris.
Untuk melakukan perbaikan, kita mesti berpedoman pada kaidah bahasa Indoesia dan EYD. Kata pulsa yang terbalik mesti dikembalikan jadi normal; yang seharusnya menjadi kaki huruf diarahkan ke bawah; demikian sebaliknya. Kata oleh yang berurut ke bawah diperbaiki menjadi susunan huruf berurut ke samping kanan. Nama toko Mega Shoes dan Ceria Fashion diperbaiki menjadi (toko) Sepatu Mega dan (toko) Pakaian Ceria. Di samping keduanya sudah menggunakan bahasa Indonesia secara utuh, juga telah menerapkan hukum D-M. Misalnya, pada frasa Sepatu Mega; sepatu sebagai unsur yang diterangkan dan mega sebagai unsureyang menerangkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelanggaran ketiga fenomena di atas disebabkan keinginan si pembuat untuk menciptakan sensasi Berdasarkan kesimpulan tersebut maka dapat disarankan beberapa hal berikut ini.
Pertama, gunakanlah bahasa Indonesia secata utuh sesuai EYD. Hal ini memiliki fungsi ganda: untuk memperkenalkan nama toko, memelihara bahasa persatuan, dan sebagai sumber belajar terutama bagi siswa sekolah dasar kelas satu yang mulai belajar membaca. Kedua, janganlah mengorbankan bahasa Indonesia demi mencari sensasi. Ketiga, buatlah kreasi yang unik dan menarik pada papan nama toko sebagai ajang promosi tanpa mengorbankan bahasa Indonesia. Semoga.
Pariaman, 25 Januari 2022
Penulis
Yondri,M.Pd
Beri Komentar